Mbah Niah, Lansia 82 Tahun yang Viral karena Berjualan Rujak hingga Tengah Malam
Usianya sudah menginjak 82 tahun, namun Mbah Niah tak lelah mengais rezeki sebagai penjual rujak. Tubuhnya tak hanya renta tapi juga memiliki postur tubuh yang bungkuk.
Meski demikian, pantang bagi Mbah Niah untuk meminta-minta sebagai pengemis. Sosoknya kini menjadi viral di aplikasi sosial media TikTok.
Hidup sebatang kara di kota besar seperti Surabaya menjadikan Mbah Niah tak bisa berpangku tangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap hari tepatnya mulai sore hingga tengah malam Mbah Niah berjualan rujak cingur, panganan khas Kota Surabaya.
Tak sulit menemukan lapak jualan Mbah Niah. Setiap harinya Mbah Niah berjualan di kawasan Jalan KH Mas Mansyur. Menempati lahan kosong di depan toko yang sudah tak lagi beroperasi, Mbah Niah mulai menggelar dagangannya jam 5 sore.
"Dari jam 5 jualannya sampai malam," ujar Mbah Niah dalam bahasa Jawa namun dengan aksen Madura, saat ditemui Basra di lapak jualannya, Kamis (13/7) malam.
Mbah Niah memang kelahiran Pulau Madura, tepatnya Kabupaten Bangkalan. Namun Mbah Niah mengaku sudah tinggal di Surabaya sejak kecil bersama kedua orang tuanya.
"Sama bapak dan emak (ibu) di Surabaya, nggak punya saudara," tuturnya.
Mbah Niah mengaku sudah berjualan rujak di kawasan KH Mas Mansyur sejak masih gadis. Dulu lapak jualan Mbah Niah cukup ramai pembeli. Namun seiring berjalannya waktu, lapak jualannya mulai sepi pembeli. Bahkan karena kondisi tubuhnya yang sudah cukup renta, Mbah Niah tak lagi mampu berjualan dalam jumlah banyak. Untuk satu porsi rujak, Mbah Niah menjaulnya dengan harga Rp 15 ribu.
"Jualannya nggak banyak, yang penting bisa cukup buat makan. Ya kadang laku, banyak yang beli, kadang nggak laku sama sekali," tuturnya.
Namun pada Kamis malam itu, Mbah Niah cukup sumringah. Pasalnya, dagangannya habis diborong oleh 2 perempuan muda. Bahkan keduanya memberikan uang lebih kepada Mbah Niah.
Mbah Niah mengaku memang kerap diberi uang lebih oleh pembeli rujaknya. Kelebihan uang itu lantas disimpan Mbah Niah untuk membayar kontrakan rumah. Mbah Niah memang menempati sebuah rumah kontrak di kawasan Sawah Pulo gang 3. Dalam setahun Mbah Niah harus membayar sewa rumah sebesar Rp1,5 juta.
Untuk menuju lapak jualannya di kawasan Jl KH Mas Mansyur, Mbah Niah diantar tukang becak langganannya. Tukang becak ini akan kembali menjemput Mbah Niah saat jam menunjukkan pukul 11 malam.
Kehidupan sebagai lansia sebatang kara sudah dijalani Mbah Niah sejak 2 tahun terakhir, tepatnya sejak sang suami meninggal dunia.
"Suami sudah meninggal, sudah dapat 2 tahun (meninggalnya). Saya nggak punya anak," ujar Mbah Niah.
Meski hidup sebagai lansia sebatang kara, namun Mbah Niah mengaku tak mendapat bantuan apa pun dari pemerintah.
"Enggak dapat (bantuan) nak," tukasnya.
Berdomisili di Surabaya sejak kecil, Mbah Niah mengaku memiliki kartu identitas (KTP) sebagai warga Surabaya. Hanya saja Mbah Niah tak memiliki KK (Kartu Keluarga).
"Kalau KTP ya Surabaya, ada di rumah. Tapi KK nggak punya, dimakan tikus," tuturnya seraya tergelak.
Di usianya yang sudah kisaran 80 tahun Mbah Niah masih memiliki ingatan yang cukup kuat. Hanya saja Mbah Niah mulai mengalami gangguan penglihatan. Hal ini juga diperkuat dengan pengakuan penjual sate tak jauh dari lapak jualan Mbah Niah.
"Wis gak kethok mbah e, wong ono barang nang ngarep e sik digoleki (Sudah tidak begitu jelas penglihatan Mbah e, ada barang di depannya saja kadang masih dicari). Kalau dapat uang dikasih orang, sering minta tolong saya untuk bantu menghitungnya," tutur perempuan berhijab ini.
Dia juga mengaku sering membantu Mbah Niah ngulek kacang untuk bumbu rujak. Ini karena Mbah Niah sudah tak cukup mengulek kacang hingga halus.
"Wis gak ono tenogo e gawe ngulek (sudah tidak ada tenaganya buat ngulek). Jadi ulekan kacangnya tidak bisa halus," tandasnya.
Komentar Pedas