Mengenal Ritual Kematian Suku Asmat, Unik dan Bikin Bulu Kuduk Bergidik

Ritual kematian Suku Asmat memiliki keunikan tersendiri. Bagi Suku Asmat, meninggalnya seseorang tidak disebabkan hal hal alami, melainkan karena roh jahat yang mengganggu dan menyebabkan orang tersebut meninggal.



Thông tin phim


Suku Asmat merupakan salah satu suku terbesar yang mendiami wilayah Papua bagian selatan. Wilayah ini diapit Kabupaten Merauke, Mappi, Mimika, Yahukimo dan Nduga.

Populasi mereka terbagi menjadi dua, yaitu yang hidup di pesisir pantai dan pedalaman Papua. Kedua populasi ini memiliki perbedaan dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual.  Suku Asmat terkenal sebagai suku yang memiliki seni ukiran cukup unik. Selain itu, Suku Asmat juga memiliki beberapa tradisi yang hingga kini tetap dilakukan masyarakatnya.

Berikut uraian tradisi ritual kematian Suku Asmat : 

Ritual Kematian Suku Asmat

Suku Asmat tidak mengenal mengubur mayat seseorang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan suatu hal yang alamiah. Apabila seseorang tidak mati karena dibunuh, mereka percaya orang tersebut mati karena suatu sihir hitam.

Seorang bayi yang baru lahir lalu kemudian mati dianggap hal yang biasa. Mereka tidak terlalu sedih karena percaya roh bayi tersebut ingin segera ke alam roh.

Sebaliknya apabila kematian orang dewasa, akan mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat Suku Asmat. Suku Asmat percaya kematian yang datang kecuali pada usia terlalu tua atau muda disebabkan tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan tersebut mengharuskan mereka melakukan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. 

Roh leluhur atau kepada siapa mereka membaktikan diri akan direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia.  Sampai pada akhir abad 20-an, para pemuda Suku Asmat tetap memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota keluarga, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka. Sementara bagian tubuhnya akan ditawarkan untuk dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.

Apabila ada anggota keluarga yang sakit, maka keluarga terdekat akan berkumpul di sekelilingnya sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya. Mereka tidak akan berusaha untuk mengobati atau memberi makan kepada si sakit.

Keluarga terdekat orang yang sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya orang yang sakit akan membawa salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah tempat orang sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah.

Dahan dari pohon nipah ini dipercaya masyarakat Suku Asmat untuk mengusir roh jahat yang berkeliaran di sekitar orang sakit tersebut agar tidak mendekati mereka. Ketika diketahui orang yang sakit telah meninggal, ratapan serta tangisan akan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut untuk memeluk tubuh mayat orang yang meninggal. Setelah itu mereka akan keluar rumah dan mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur. 

Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah duka telah menutup semua lubang dan jalan masuk kecuali akses utama dengan maksud untuk menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran menjelang kematian seorang. Orang-orang Suku Asmat akan menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap hari hingga berbulan-bulan.

Mereka juga akan melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya. Mereka yang telah menikah berjanji tidak akan menikah lagi dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi orang lain. Meskipun nantinya, mereka juga akan menikah lagi.

Mayat orang yang telah meninggal akan diletakkan di atas para (anyaman bambu) yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disimpan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak kepala akan diambil dan digunakan sebagai bantal sebagai pertanda cinta kasih pada yang meninggal. 

Orang Suku Asmat percaya, roh-roh orang yang telah meninggal tersebut disebut 'bi', masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yang tingginya 5 hingga 8 meter. 

Cara lainnya yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh.

Saat ini karena masuknya pengaruh dari luar, masyarakat Suku Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah perempuan dikubur dengan menggunakan pakaian. 

Orang Asmat juga tidak memiliki pemakaman umum, jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinggir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Di manapun jenazah dikuburkan, keluarga yang ditinggalkan akan tetap menemukan kuburannya.


Bỏ Qua Quảng Cáo

Sau 5 giây sẽ có nút "Bỏ Qua Quảng Cáo"

Đang lựa chọn dữ liệu nhanh nhất gần vùng.

Nhập mật khẩu 123 để xem!

X

Komentar Pedas