Kasus Audrey Prank Bullying 2019 Viral Lagi, Pasca Fahrezy Beri Klarifikasi, Kasusnya Mirip
Kasus Audrey prank bullying kembali viral pasca Muhammad Fahrezy pengurus BEM FMIPA UNY yang diduga melakukan pelecehan memberikan klarifikasi.
Melihat hal ini publik kembali teringat dengan kasus Audrey prank bullying yang sempat viral tahun 2019 lalu. Bagaimana kronologi kasus Audrey ini? Sebelumnya mari ketahui dahulu kasus yang menyeret Muhammad Fahrezy, mari kita teliti apakah ada kesamaan.
Kasus Muhammad Fahrezy
Semua ini bermula dari viral maba mengaku dilecehkan pengurus BEM FMIPA UNY. Sosok yang dituduh melakukan pelecehan seksual, yakni Muhammad Fahrezy.
Fahrezy lantas membantah tuduhan liar itu. Ia melakukan klarifikasi dan menyatakan tidak melakukan tindak kekerasan seksual yang seperti yang dituduhkan.
Ia pun melaporkan pihak yang telah menuduhnya melakukan tindak senonoh tersebut. Sebab, tuduhan itu menyebabkan keluarganya ikut mendapatkan ancaman. Klarifikasinya disampaikan melalui akun Instagram @mfah_rezyy pada 11 November 2023.
"Perkenalkan saya M. Fahrezy yang di FITNAH melakukan tindakan kekerasan seksual Izin mengklarifikasi bahwa saya TIDAK melakukan tindakan kekerasan seksual seperti yang dituduhkan," ungkapnya.
Fahrezy menambahkan, "Saya juga telah melaporkan ke Polda DIY untuk menindaklanjuti semua pihak yang telah menuduh, menyebarkan, dan melakukan pengacaman kepada saya dan keluarga saya. Saya harap kepada semua pihak tidak memperkeruh keadaan".
Setelah klarifikasi yang dilakukan tertuduh atau Fahrezy, banyak netizen kemudian menyayangkan kejadian ini. Sebab, jika ada korban pelecehan yang sesungguhnya, laporannya bisa tidak dipercaya.
Kronologi Kasus Audrey
Hal ini juga mengingatkan netizen pada tagar justice for Audrey, di mana korban juga melakukan prank bullying. Kasus Justice for Audrey ini sempat menjadi sorotan besar banyak pihak di tahun 2019. Berawal dari kemunculan tagar JusticeforAudrey di sosial media.
Kembali ke tahun 2019 lalu, ada tujuh dari 12 siswi SMP yang terduga sebagai tersangka kasus Audrey prank bullying telah dimintai keterangan oleh Polresta Pontianak. Saat itu, usia Audrey dan terduga tersangka kurang lebih 14 tahun.
Berdasarkan keterangan pelaku yang diamankan polisi berinisial EC, perkara ini dimulai dari cekcok di medsos. Audrey kemudian membuat janji temu untuk menyelesaikan permasalahan ejek-mengejek di medsos tersebut.
Audrey dan EC bertemu di pinggir tepi Kapuas. Di sana mereka saling adu mulut dan baku hantam. Perkelahian bahkan berlanjut sampai ke Taman Akcaya, yang jaraknya sekitar 500 meter dari tepi sungai Kapuas. Di sana Audrey berkelahi dengan teman-teman EC.
Setelah perkelahian, ibu Audrey melaporkan kasus tersebut ke Polsek Pontianak. Kasus ini kemudian ditangani oleh Polresta Pontianak. Audrey yang terluka dirawat di RS.
Tanggal 9 April 2019, tagar justiceforAudrey viral di twitter bahkan menduduki nomor 1 di Indonesia dan dunia. Akibatnya, perkara ini memicu petisi karena dipaparkan di twitter bahwa Audrey, sebagai korban mengalami luka di kepala dan alat kelaminnya, sehingga kasus pun ditingkatkan ke ranah penyidikan. Polisi sampai meminta hasil visum kepada Audrey.
Akan tetapi, hasil visum yang dipaparkan oleh kepolisian menyatakan sebaliknya. Hasil visum menyatakan kepala korban tidak mengalami pembengkakan, tidak ada benjolan, tidak ada memar di mata, penglihatannya normal, dan terduga pelaku tidak menekan alat kelamin korban. Buktinya adalah tidak ditemukannya bekas luka di alat kelamin korban.
Setelah hasil visum keluar, warganet yang sebelumnya membela Audrey menjadi kecewa. Banyak yang merasa tertipu dan dibohongi oleh Audrey. Kasus ini pun mendapatkan label sebagai kasus Audrey prank bullying.
Terduga tersangka melakukan klarifikasi
Dua belas siswa terduga tersangka akhirnya melakukan klarifikasi bahwa mereka tidak melakukan pengeroyokan. Kejadian yang sebenarnya ialah mereka berkelahi satu lawan satu, dan ada juga yang berusaha melerai.
Tiga tersangka utama penganiayaan terhadap Audrey menyampaikan permohnan maaf kepada Audrey dan mereka menyatakan menyesal melakukan perbuatan tersebut.
Salah satu korban mengaku sakit hati dengan perkataan Audrey yang mengatakan kalau ibunya yang sudah meninggal suka berhutang.
Ketiga pelaku yang terbukti berkelahi dengan Audrey ditetapkan sebagai tersangka kekerasan diancam pasal 76c juncto Pasal 80 ayat 1 UU perlindungan anak tentang kekerasan terhadap anak. Mereka terancam dijatuhi hukuman maksimal 3,5 tahun penjara.
Kehidupan Audrey dan pelaku saat ini
Audrey sudah kembali aktif sekolah dan bahkan menjadi selebgram. Ia menyanyi dan menerima endorse. Akan tetapi, warganet tak pernah lupa bagaimana Audrey memainkan cerita perkelahiannya itu. Banyak warganet yang mencibir Audrey di akunnya sebagai tukang bohong.
Sementara dari pihak yang ditetapkan sebagai tersangka juga tampak dapat menjalani hidup dengan baik. Banyak warganet yang justru lebih memihak pelaku setelah mengetahui alasan perkelahian tersebut. Banyak warganet yang memfollow akunnya dan memberinya semangat untuk melanjutkan hidup.
Dari kasus ini, banyak pihak memberikan komentar, termasuk Psikolog anak dan keluarga, Sani Budiantini yang menyebut baik pelaku maupun korban ini sama-sama merupakan korban.
Respon warganet terhadap kasus ini membuktikan bahwa pola pikir mayoritas masyarakat Indonesia itu belum matang, sehingga mudah tersulut sebelum mengetahui kebenarannya.
Berkaca dari kasus ini, maka tidak hanya korban yang bisa mengalami trauma, tetapi pelaku pun juga bisa mengalami trauma. Bagaimanapun faktor penyebab perkelahian itu tidak tunggal,melainkan ada banyak faktor yang saling terkait.
Maka, sistem lingkungan pun juga harus bisa lebih berhati-hati dalam menanggapi kasus seperti ini. Pemberitaan viral di medsos dan mendapatkan hujatan, teror, perlakuan negatif bisa mempengaruhi kehidupan, baik pelaku maupun korban.
Bagaimana menurut kalian apakah dua kasus ini memiliki kesamaan? Demikian itu paparan singkat kasus Audrey prank bullying yang kembali viral pasca Fahrezy memberikan klarifikasi atas tuduhan kepadanya.
Komentar Pedas