Santri di Tasik Diduga Dibully di Ponpes, Diejek Miskin hingga Hampir Akhiri Hidup, Kini Dikeluarkan
Seorang anak berusia 15 tahun asal Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, diduga mengalami bullying atau perundungan oleh teman-temannya di salah satu sekolah pondok pesantren di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ia kerap kali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan, mulai dari diejek sebagai orang miskin, hingga pakaian miliknya yang berada di lemari pondok disirami kuah mie.
Tak sampai di situ, ia juga bahkan dituduh hendak melakukan tindak pelecehan terhadap santriwati di sekolah pondok pesantren tersebut.
“Kan biasa ngebangunin malam, keliling, pas anak saya yang bangunin, tiba-tiba santriwati yang di dalam kobong menangis. Santriwati itu mengaku mau dilecehkan, padahal anak saya tidak masuk ke kobong santriwati,” jelas ayah korban perundungan yang berinisial A kepada TribunPriangan.com pada Kamis (6/7/2023) di kediamannya.
A menilai bahwa anaknya yang baru berusia 15 tahun itu tidak mungkin melakukan hal tersebut, lantaran faktor kejiwaannya yang tidak mendukung.
"Sesudah kejadian itu, sempat ada pemukulan, bahkan baju anak saya juga robek-robek karena dipukuli sama santri lain. Padahal anak saya dari faktor kejiwannya juga tidak mungkin (melakukan) hal-hal (semacam) pelecehan seksual,” lengkapnya.
Sedang kesehariannya, tambah A, anaknya yang baru berusia 15 tahun itu dinilai belum memiliki rasa malu.
“Kepribadian anak saya masih anak kecil, karena melihat keseharianya saja belum ada rasa malu. Jualan layang-layang juga jalan kaki, tidak malu," jelasnya.
A juga menganggap bahwa anaknya itu sempat mengalami trauma sampai merasa takut untuk pulang ke rumah orang tuanya.
“Waktu itu sempat trauma, mungkin ada tekanan. Bahkan (dia) malu (untuk) pulang ke rumah, (karena) takut sama orang tua,” jelas A.
“Bahkan, ada rencana mau mengakhiri hidup. Itu menunjukkan bahwa anak saya trauma. Namun sekarang, alhamdulillah sudah normal seperti biasa, karena dikuatkan oleh kita sebagai orang tuanya,” lanjutnya.
Diketahui, saat ini anak berusia 15 tahun tersebut sudah dikeluarkan dari pesantren yang bersangkutan, meskipun dilakukan secara halus.
“Secara tidak langsung. Memang bahasanya dikeluarkan (dari pondok pesantren tersebut), tapi secara halus. Gini katanya, bahwa pendidikan itu lebih baik sama orang tuanya,” lengkap A meniru ucapan ucapan pihak pondok pesantren.
Ia menilai bahwa hal tersebut menunjukan jika pihak pesantren mengeluarkan anaknya.
“Bahkan, pihak sekolah tidak memanggil saya sebagai ayahnya (jika memang benar bermasalah),” jelasnya.
“Rencana anak saya mau masuk ke sekolah yang lain, dibantu teman-teman dari Ikatan Mahaiswa Muhamdiyah (IMM). Alhamdulillah, banyak orang baik yang peduli. Itu menunjukan kalau anak saya baik. Saya bilang ke anak, (Ayah) percaya sama kamu, Nak, karena kamu mendapatkan kebaikan setelah dikeluarakan dari sekolah. Itu menunjukan bahwa kamu benar, tidak salah," pungkas A. (*)
Komentar Pedas