Digelar Megah, Opening Olimpiade Paris Malah Dihujat Habis habisan
Upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 mencatat sejarah sebagai Olimpiade pertama yang menggelar acara tersebut di luar stadion tradisional, yaitu di sepanjang Sungai Seine.
Inovasi ini bertujuan untuk memberikan pengalaman yang lebih inklusif dan menarik bagi penonton, serta menonjolkan keindahan kota Paris secara langsung. Dimulai dari Jembatan Austerlitz dan berakhir di Trocadéro, acara ini seharusnya menjadi showcase yang merayakan semangat dan kreativitas dalam konteks global yang baru. Namun, meskipun upaya tersebut inovatif, eksekusi dari upacara ini ternyata memicu berbagai kritik yang tajam.
Salah satu bagian yang mendapat sorotan negatif adalah parodi Perjamuan Terakhir (Last Supper) yang melibatkan sekelompok waria. Parodi ini dipandang oleh banyak pihak sebagai sebuah penghinaan terhadap nilai-nilai religius, khususnya umat Kristen di seluruh dunia.
Natalie F Danelishen, pengguna X dengan akun @ChessChick01, menilai parodi tersebut sebagai kemunduran moral. Pendapat ini mencerminkan pandangan bahwa penggunaan tema religius dalam konteks hiburan atau parodi dapat menurunkan kesadaran dan rasa hormat terhadap nilai-nilai tersebut.
Kritik ini juga menyoroti bagaimana upacara yang bertujuan untuk merayakan semangat olahraga dan persatuan malah berpotensi menimbulkan perpecahan dan ketegangan, jika tidak dikelola dengan sensitif terhadap berbagai latar belakang budaya dan agama.
Meskipun kontroversi seputar parodi Perjamuan Terakhir menyoroti masalah sensitivitas dan rasa hormat, upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 juga menampilkan elemen positif yang patut dicatat.
Penampilan dari penyanyi papan atas dunia seperti Lady Gaga dan Celine Dion menambah kemeriahan acara dan memberikan daya tarik global yang diharapkan dapat menarik perhatian penonton di seluruh dunia. Penampilan mereka merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan pengalaman yang spektakuler dan merayakan keberagaman budaya melalui musik dan seni.
Namun, keseimbangan antara inovasi dan sensitivitas sangat penting dalam menyelenggarakan acara sebesar Olimpiade. Upacara pembukaan yang bertujuan untuk merayakan persatuan dan semangat global harus memastikan bahwa elemen-elemen yang ditampilkan tidak mengorbankan rasa hormat terhadap nilai-nilai dan kepercayaan yang ada. Kritik yang muncul menunjukkan bahwa meskipun upacara ini mencoba untuk memecahkan tradisi dan mengadopsi pendekatan baru, penting untuk mempertimbangkan reaksi dan persepsi publik secara lebih mendalam.
Kritik terhadap upacara pembukaan ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana menyelenggarakan acara publik yang besar dengan memperhatikan sensitivitas budaya dan religius. Ke depan, penyelenggara acara besar seperti Olimpiade harus mampu mengintegrasikan inovasi dengan rasa hormat terhadap keberagaman audiens.
Hal ini tidak hanya penting untuk keberhasilan acara tetapi juga untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan mencerminkan nilai-nilai inklusi dan toleransi yang menjadi inti dari semangat olahraga dan perayaan global.
Komentar Pedas