Kisruh Politik Inggris Saat Perdana Menteri Berencana Mengirim Pasukan ke Ukraina
usulan ini langsung menuai reaksi keras dari berbagai pihak yang menekankan pentingnya keterlibatan parlemen dalam keputusan strategis semacam ini.
Rencana Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina telah memicu perdebatan sengit di parlemen. Para anggota parlemen dari berbagai partai mendesak agar keputusan ini harus melalui pemungutan suara sebelum dieksekusi.
Akhir pekan lalu, Starmer mengusulkan pengiriman pasukan Inggris ke Ukraina sebagai bagian dari upaya penjaga perdamaian jika kesepakatan untuk mengakhiri konflik dapat tercapai. Namun, usulan ini langsung menuai reaksi keras dari berbagai pihak yang menekankan pentingnya keterlibatan parlemen dalam keputusan strategis semacam ini.
Ed Davey, pemimpin Partai Demokrat Liberal, menjadi yang pertama menyerukan pemungutan suara di parlemen, meskipun ia menyatakan bahwa 72 anggota partainya akan mendukung pengiriman pasukan.
"Kami mendukung rencana Perdana Menteri, tetapi kami juga menegaskan bahwa parlemen harus memiliki suara dalam keputusan pengiriman pasukan," kata Helen Maguire, juru bicara Partai Demokrat Liberal. "Starmer harus memastikan bahwa setiap keputusan militer akan dikonsultasikan dengan parlemen agar kami bisa menyampaikan dukungan secara terbuka."
John Whittingdale, anggota senior Partai Konservatif, menegaskan bahwa parlemen harus memiliki kesempatan untuk berdiskusi dan memberikan suara mengenai rencana Starmer. Mark Garnier, juru bicara Partai Konservatif, mengingatkan preseden yang dibuat oleh Perdana Menteri Tony Blair pada tahun 2003 saat membawa rencana intervensi militer di Irak ke parlemen untuk mendapatkan persetujuan.
"Perdana Menteri Starmer harus mengikuti contoh ini," ujar Garnier.
John Cooper dan Neil Shastri-Hurst, dua anggota parlemen lainnya dari Partai Konservatif, juga menekankan pentingnya transparansi dalam keputusan ini. Cooper menambahkan bahwa memberikan pembaruan rutin kepada parlemen merupakan langkah krusial untuk menjaga kesatuan nasional terkait Ukraina.
Namun, tidak semua politisi Inggris sepakat dengan usulan ini. Bahkan, beberapa anggota dari Partai Buruh sendiri meragukan perlunya kehadiran pasukan Inggris di Ukraina.
"Jika perundingan menghasilkan perdamaian yang stabil, maka pasukan Inggris tidak perlu berada di Ukraina," kata Diane Abbott dari Partai Buruh. "Namun, jika perdamaian itu tidak terjamin, maka pengiriman pasukan akan membawa risiko besar bagi Inggris. Oleh karena itu, parlemen harus memberikan suara sebelum rencana ini dijalankan."
Clive Lewis, mantan perwira militer yang pernah bertugas di Afghanistan, menyerukan agar Starmer menunjukkan "kepemimpinan yang kuat dan bijaksana" dengan berkonsultasi dengan parlemen sebelum mengambil keputusan.
"Langkah ini bisa menempatkan Inggris dalam konfrontasi langsung dengan Rusia, yang merupakan kekuatan nuklir, tanpa dukungan penuh dari Amerika Serikat. Itu sebabnya kita perlu diskusi yang mendalam dan memastikan ada dukungan publik melalui parlemen," ujarnya.
Dalam sebuah artikel opini yang diterbitkan di Telegraph pada 16 Februari, Starmer menulis bahwa "Inggris siap memainkan peran utama dalam menjamin keamanan Ukraina," termasuk dengan mengusulkan pengiriman pasukan penjaga perdamaian.
Juru bicara Perdana Menteri kemudian menambahkan bahwa pemerintah "tidak akan bertindak terburu-buru" dan akan "berkonsultasi dengan parlemen jika diperlukan" sebelum mengerahkan pasukan.
Sebelumnya, saat berkampanye untuk kepemimpinan Partai Buruh pada 2020, Starmer berjanji untuk mewajibkan persetujuan parlemen sebelum pengiriman pasukan dalam operasi militer. Namun, tahun lalu, ia mengizinkan keterlibatan militer Inggris dalam serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman tanpa melalui pemungutan suara di parlemen, dengan alasan bahwa hanya pengiriman pasukan darat yang memerlukan persetujuan.
Seorang anggota Partai Buruh mengatakan kepada Politico bahwa pemerintah Starmer seharusnya "melaksanakan rencana daripada membuang waktu dengan konsultasi parlemen."
"Situasi di Ukraina berbeda dengan Irak. Dinamika berubah dengan cepat, dan kita harus bergerak cepat, termasuk dalam meningkatkan anggaran pertahanan," ujarnya.
Untuk mengetahui perkembangan terbaru mengenai kebijakan luar negeri Inggris dan perdebatan di parlemen, kunjungi jalanviral untuk berita dan analisis lebih mendalam.
Komentar Pedas