Pilu Pasangan Lansia Cianjur Tinggal di Gubuk Reyot tanpa Listrik
Nasib pilu harus dialami pasangan suami istri yang sudah lanjut usia, Yaya Suharya (65) dan Nana Sumarna (70). Pasangan yang juga merupakan penyintas gempa ini tinggal di gubuk reyot yang hanya berukuran 2x3 meter tanpa listrik.
Rumah kecil yang sudah lapuk dan bocor di Kampung Tegallega, Desa Limbangansari, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur didirikan Yaya dan Nana sekitar 3 bulan lalu.
Sebelumnya, pasutri lansia itu tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun gempa bumi pada 2022 lalu menghancurkan tempat tinggalnya itu.
"Setelah kontrakan ambruk, saya tinggal di rumah warga yang terdampak gempa. Tapi karena takut ambruk, saya dengan suami buat gubuk di sampingnya untuk tinggal," ungkap Nana, Selasa (16/4/2024).
Bermodalkan kayu dan bilik bekas, Yaya dan Nana pun mendirikan gubuk kecil. Bangunan itu tampak tidak layak, dengan ukuran gubuk hanya seluas 2x3 meter, tentunya tidak ada cukup ruang untuk aktivitas tetapi sebatas untuk merebahkan badan dan tidur beristirahat dari lelahnya hari.
"Ada kayu dan bilik bekas, kemudian ada uang sedikit untuk beli paku. Ibu bikin gubuk ini di lahan milik warga. Alhamdulillah warganya baik memperbolehkan mendirikan gubuk di tahanya untuk ibu dan bapak tinggal," kata dia.
Selama tiga bulan pasutri yang Tingg sebatang kara tanpa keluarga ini tinggal di rumah gubuk yang sudah tidak layak huni.
Di sebagian dinding itu bolong, dengan atap yang sedikit menganga menembus langit. Tak ayal saat malam hari, dinginnya angin malam menusuk tubuh kedua lansia tersebut.
Bahkan kala hujan deras, mereka juga terpaksa mengungsi ke rumah tetangga lantaran banyaknya bagian gubuk yang bocor membuat air masuk.
"Kalau hujan turun, gubug kami pasti banjir karena bocor, dan kalau hujannya lama ya kami terpaksa lari ke rumah tetangga," tuturnya.
Tak hanya itu, saat malam hari mereka juga harus tidur dan beristirahat dalam kondisi gelap gulita. Tak ada listrik, menyebabkan tak ada penerangan sedikit pun.
Sesekali mereka bisa menikmati terang di kala malam dengan mengandalkan lampu cempor.
"Itu pun kalau minyak tanahnya abis, terpaksa kami mengalami kondisi gelap selama semalaman karena tak bisa menyalakan lampu cempor," ujar dia.
Bahkan untuk mandi dan buang air, mereka terpaksa menggunakan toilet umum lantaran tak mampu membangun toilet sendiri.
"Kalau mau ke toilet dan mandi cari toilet umum. Kalau malam hari, terpaksa tahan buang air karena kan lumayan jauh serta gelap kalau ke toilet umum," tuturnya.
Untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari mereka, hanya mengandalkan suaminya yang bekerja serabutan. "Dulu sempat bekerja di rongsok, tapi tiba-tiba diberhentikan," ucapnya.
Tak ayal mereka kerap mengandalkan bantuan dari tetangga atau warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
"Terkadang ada bantuan dari tetangga dan warga untuk makan sehari-hari. Alhamdulillah warga di sini baik. Tapi saya juga berharap ada bantuan dari pemerintah, agar bisa hidup lebih baik," kata dia.
Di sisi lain, Ujang Hendi, tokoh masyarakat Kampung Tegallega, mengatakan kedua lansia tersebut mendirikan gubuk di atas lahan milik warga.
Selama ini mereka mengandalkan pekerjaan sebagai buruh serabutan dan pemberian warga untuk bertahan hidup.
"Iya itu di lahan warga yang merelakan digunakan untuk didirikan gubuk. Kalau untuk sehari-hari mengandalkan penghasilan sebagai buruh serabutan. Kadang ada yang nyuruh untuk babad rumput dan lainnya. Kalau ada donatur juga langsung diarahkan untuk ngasih ke pasangan tersebut," kata dia.
Menurut dia, warga juga berharap pasangan lansia itu mendapatkan bantuan dari pemerintah, agar di masa tuanya bisa hidup lebih layak.
"Minimalnya ada tempat tinggal yang layak untuk masa tua mereka. Kami memohon pemerintah bisa memperhatikannya," pungkasnya.
Komentar Pedas