Mengkaji UU No 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja

Kebijakan publik merupakan hasil dari proses penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki keterkaitan yang signifikan dengan berbagai aspek keberadaan pemerintah, negara dan masyarakat yang menerima dampak dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. 



Thông tin phim


Kebijakan publik merupakan keluaran yang dihasilkan dari kinerja pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penggerak pemerintahan. Oleh karena itu, dalam proses pengambilan keputusan, pemerintah terlebih dahulu harus memperhatikan keadaan masyarakat, karena kehidupan masyarakat bersifat dinamis. Oleh karena itu diharapkan hasil dari kebijakan tersebut dapat menjawab permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Implementasi kebijakan publik melibatkan beberapa tahapan, antara lain formulasi, implementasi dan evaluasi. Sebelum sampai pada tahap implementasi dan evaluasi, kebijakan berada pada tahap perumusan atau perumusan suatu kebijakan yang melibatkan berbagai aktor dengan tujuan agar kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan dan mampu menjawab permasalahan yang terjadi di masyarakat. Tahap perumusan ini memegang peranan penting dalam pembentukan suatu kebijakan publik.

Dalam tahap implementasi perumusan kebijakan publik, seringkali terdapat beberapa permasalahan yang dapat muncul. Salah satu contoh isu yang ramai diperbincangkan adalah UU Omnibus Law (UU) yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Dalam bahasa Latin "omnibus" berarti "hukum untuk semua". RUU Omnibus Law hadir dengan tujuan untuk menggabungkan berbagai undang-undang yang ada menjadi satu kesatuan undang-undang untuk kepentingan bersama. Menurut Osgar Sahim Matompo, Omnibus Law dimaksudkan untuk menggabungkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk meningkatkan investasi publik dan memberikan jaminan perlindungan hukum kepada pembuat kebijakan. Oleh karena itu, tujuan Omnibus Act adalah untuk memperkuat jaringan investor sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi global.

Namun, UU Omnibus Law belum mendapat tanggapan serius karena belum memiliki payung hukum yang menaungi pelaksanaannya, karena masih terfokus pada hukum Eropa Kontinental. Tumpang tindih regulasi yang sering terjadi di Indonesia menjadi alasan mengapa Omnibus Law kembali populer saat ini. Osgar Sahim Matompo (2020) mengatakan bahwa ketidakpastian hukum dan hukum yang tumpang tindih menjadikan Omnibus Act sebagai jalan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Dalam konteks ini, Omnibus Act dipandang sebagai upaya penyederhanaan regulasi dan menciptakan lingkungan hukum yang lebih kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun muncul kekhawatiran tentang kejelasan hukum dan perlindungan hak-hak pekerja serta dampak sosial dan lingkungan dari penerapan Omnibus Act. Pembahasan dan perdebatan RUU Omnibus Law menunjukkan adanya perbedaan pendapat dan kepentingan yang harus diakomodasi dalam proses perumusan kebijakan ini.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi pemerintah untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan berdialog secara terbuka dengan masyarakat pada tahap perumusan kebijakan publik. Proses partisipatif yang melibatkan masyarakat dan mengakomodasi berbagai sudut pandang dapat membantu pemerintah memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang beragam. Sehingga kebijakan publik yang dihasilkan dapat lebih responsif terhadap permasalahan yang ada dan memiliki legitimasi yang lebih kuat.

Selain itu, dalam merumuskan kebijakan publik juga penting untuk mempertimbangkan aspek hukum yang kuat dan jelas agar kebijakan dapat dilaksanakan secara efektif. Ketidakpastian hukum dapat menciptakan ketidakpercayaan dan menghambat keberhasilan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan payung hukum yang komprehensif dan terpadu yang melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat, baik masyarakat, pekerja maupun investor.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan UU Omnibus Law menjadi perhatian penting bagi pekerja di Indonesia. Perspektif pekerja terhadap undang-undang ini mencerminkan keprihatinan dan tuntutan mereka terhadap perlindungan hak-hak pekerja, kondisi kerja yang layak, serta stabilitas dan keamanan pekerjaan.

Salah satu yang menjadi perhatian utama dari sudut pandang buruh terkait UU Omnibus Law adalah adanya kemungkinan pengurangan atau penghapusan sebagian hak dan perlindungan buruh yang sudah ada sebelumnya. Buruh khawatir bahwa undang-undang ini dapat mengurangi jaminan sosial, melemahkan posisi serikat pekerja dan mengurangi perlindungan atas upah yang adil dan kondisi kerja. Mereka melihat adanya potensi penurunan standar kerja dan peningkatan risiko eksploitasi oleh pemberi kerja.

Selain itu, pekerja juga memperhatikan ketentuan dalam UU Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan mengenai fleksibilitas kontrak kerja. Ada kekhawatiran bahwa ketentuan tersebut dapat memperburuk ketidakamanan tenaga kerja dan meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang. Pekerja percaya bahwa keamanan kerja yang jelas dan perlindungan yang memadai sangat penting untuk stabilitas hidup mereka dan kesejahteraan keluarga mereka.

Kemudian, buruh juga mengkritisi proses pengambilan keputusan dalam perumusan UU Omnibus Law yang dinilai minimnya partisipasi dan keterlibatan buruh sebagai pemangku kepentingan utama. Mereka berpendapat bahwa dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerja, keterlibatan dan pendapat mereka harus mendapat perhatian serius. Partisipasi buruh secara aktif dianggap penting untuk memastikan bahwa kebijakan ketenagakerjaan dapat mencerminkan kebutuhan dan kepentingan buruh.

Buruh juga menyuarakan keprihatinan tentang dampak lingkungan dari penerapan UU Omnibus Law. Mereka berpendapat bahwa undang-undang ini dapat merusak perlindungan lingkungan dan mempercepat eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Penting bagi mereka bahwa kebijakan publik juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan keberlanjutan.

Menghadapi UU Omnibus Law, para buruh melakukan berbagai aksi protes, seperti demonstrasi dan mogok kerja, untuk menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap undang-undang tersebut. Mereka mendorong pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mendengarkan aspirasi mereka dan mempertimbangkan sudut pandang pekerja dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil dan merata.

Untuk mencapai keberlanjutan sosial dan ekonomi, penting untuk mengakomodasi perspektif dan kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk pekerja. Dialog terbuka, keterlibatan aktif pekerja dalam proses pengambilan keputusan, dan perlindungan hak pekerja yang memadai merupakan langkah penting untuk memastikan kebijakan ketenagakerjaan yang seimbang dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pekerja dapat memperoleh manfaat dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan adil, sambil tetap mempertahankan hak-haknya sebagai pekerja.

Penulis Dalam Mengemukakan UU Nomor 6 Tahun 2023 Dengan Mengambil metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian normative. Penelitian normatif ialah memperhatikan isu-isu yang ada kemudian dianalisa dan di sesuaikan dengan teori yang terkait. Maka dari itu, dalam Menulis Artikel ini sumbernya ialah sumber data sekunder. Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa UU Nomor 6 Tahun 2023, dan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta kerja serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti.

image widget


Bỏ Qua Quảng Cáo

Sau 5 giây sẽ có nút "Bỏ Qua Quảng Cáo"

Đang lựa chọn dữ liệu nhanh nhất gần vùng.

Nhập mật khẩu 123 để xem!

X

Komentar Pedas