Pasar Tanah Abang Terus Meredup Makin Sepi

Sejak pandemi COVID19 melanda, pusat grosir tekstil Tanah Abang belum pernah pulih. Bagaimana nasib pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara ini nanti.



Thông tin phim


Sekujur tubuh merinding ketika detikX menyusuri lorong gelap di lantai 5 Blok B Pasar Tanah Abang, Rabu, 6 September 2023 lalu. Aktivitas perdagangan di pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara ini tidak terlihat. Kios yang masih beroperasi di lantai ini jumlahnya sedikit sekali, sementara pengunjung yang hilir mudik bisa dihitung pakai jari. Akibatnya sejumlah lampu penerangan terpaksa dipadamkan. Sebagian eskalator juga tidak tampak dihidupkan.

Turun ke lantai 4 dan 3, kondisinya tidak ada beda. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 12.00 WIB. Pegawai yang berjaga tampak asik sendiri dengan telepon seluler mereka.

Kegiatan jual beli baru terlihat di lantai 2 dan 1. Namun, jalanan yang mengapit toko-toko masih nampak sangat lengang. DetikX lalu menyisir ke gedung sebelahnya, yaitu Blok A. Kabarnya, keadaan di Blok A masih lebih baik ketimbang Blok B.

Di lantai 7, detikX berbincang dengan Cipto, seorang karyawan di Toko Richeelyn. Toko ini menjual aneka sepatu dan sendal khusus wanita serta anak-anak. Setelah 10 tahun berdagang di Tanah Abang, dalam waktu dekat Toko Richeelyn akan stop beroperasi. Cipto mendapat kabar buruk itu langsung dari bosnya.

“Kalau saya sendiri bosnya, tahun kemarin kita sudah tutup. Ibaratnya menunggu sesuatu yang nggak ada kepastian itu buat apa?" Ucap Cipto yang ikut geram melihat sepinya toko di Tanah Abang. Toko yang persis berada di sebelah Toko Richeelyn malah sudah lama tak berpenghuni akibat ditinggal pemiliknya.

Sebagai karyawan, Cipto sendiri sudah mulai merasakan penurunan penjualan sejak tahun 2018. Situasi ini diperparah dengan datangnya pandemi COVID-19. Sejak saat itu, pasar tekstil Tanah Abang tak kunjung membaik. Hari raya seperti Idul Fitri juga tidak mampu mengembalikan kejayaan pusat fesyen yang berada di Jakarta Pusat ini.

Berbeda dengan dulu, di mana tidak ada namanya hari sepi di Tanah Abang. Sejak buka pukul 09.00 hingga 16.00 WIB, gelombang pembeli tidak kunjung berhenti. Pembelinya tidak hanya dari Jabodetabek saja tetapi juga pembeli dari luar kota. Saat sedang ramai, dalam sehari, Cipto bisa menjual hingga 50 pasang sendal dan sepatu.

“Kalau sekarang pernah 4 sampai 5 hari berturut-turut nggak ada penjualan sama sekali,” ucap pria berusia 51 tahun ini. Selain berjualan di Tanah Abang, Toko Richeelyn juga mulai merambah ke bisnis online di salah satu e-commerce, namun hasil penjualannya belum signifikan.

Cipto dan Bosnya masih bertahan karena ingin menjual stok lama dengan membanting harga. “Stok lama jual-jual murah, itu saja susah. Mau diratain semua, dijual obral semua, tapi kalau nggak ada pengunjung mau dijual ke siapa? ha-ha-ha,” tutur Cipto yang ingin beralih profesi jika toko sudah tidak beroperasi.

Lantaran terus merugi karena kondisi pasar Tanah Abang yang tak kunjung membaik, Ade, pemilik Toko Vania Hijab terpaksa menutup lima toko miliknya. Kini yang tersisa hanya satu toko di Los A Nomor 5 dan 6. Ade menjual aneka hijab hasil produksinya sendiri. Beruntung pemilik kiosnya berbaik hati dan tidak menaikan harga sewa sehingga Ade masih bisa berjualan.

“Karena sepi ya otomatis nggak ketutup sewanya. Kalau untuk lingkungan sini, sih, 2 kios sekitar Rp 60 juta per tahun. Alhamdulillah nggak pernah naik. Mungkin juga mereka tahu karena keadaan,” ucap Ade saat ditemui detikX.

Dari hasil pengamatan Ade, penjualan tokonya mulai mengalami penurunan sejak pembelinya beralih berbelanja secara online melalui e-commerce. Dulu, dalam setahun, langganannya dari berbagai daerah di Indonesia kerap berkunjung. Dalam setahun mereka bisa datang hingga lima kali. Kalau kini, jangankan orang daerah, pelanggan di sekitaran Jakarta saja sudah tidak pernah nampak batang hidungnya lagi.

“Menurunnya semenjak COVID lah. Semenjak COVID sudah ada penurunan. Bisa sampai 70 - 80% lah menurunnya,” kata Cipto. Ia berjualan bersama adiknya.

Meski banyak toko di Tanah Abang yang beralih jualan secara online, Cipto masih mengurungkan niatnya. Cipto enggan bersaing dengan menjual barang jualannya dengan harga serendah mungkin. Ketimbang berjualan secara online, ia masih ingin bertahan di Tanah Abang.

“Kalau dibilang ngeluh, ya, pasti ngeluh. Tapi, ya, karena kita ini memang disini lah tempat cari makan kita, ya mau nggak mau kita hadepin gitu lah. Kalau kaya gini tuh udah nggak dirasain lagi lah. Yang penting saya udah berusaha, udah gitu aja, udah pasrah aja,” katanya.


Bỏ Qua Quảng Cáo

Sau 5 giây sẽ có nút "Bỏ Qua Quảng Cáo"

Đang lựa chọn dữ liệu nhanh nhất gần vùng.

Nhập mật khẩu 123 để xem!

X

Komentar Pedas