Timnas Putri Indonesia Lawan Singapura di Stadion Madya
Spanduk putih bertuliskan Liga Putri menghiasi pertandingan Timnas Putri Indonesia melawan Singapura di Stadion Madya, Selasa (28/5).
Pesannya singkat dan jelas, menuntut adanya kompetisi sepak bola wanita di Indonesia.
Belakangan sepak bola putri kembali jadi diskusi hangat di kalangan pencinta bal-balan. Terutama setelah PSSI mengumumkan pelatih Timnas Putri Indonesia, Satoru Mochizuki ke hadapan publik pada Februari lalu.
Juru taktik 60 tahun itu jadi pelatih berpaspor asing ketiga setelah Ichiro Fujita dan Timo Scheunemann. Dengan portfolio menjanjikan sebagai pelatih sepak bola wanita, Mochizuki diberi ekspektasi tinggi.
PSSI memaparkan proyeksi lolos ke Piala Dunia Wanita 2035. Meski kontrak Mochizuki berdurasi dua tahun, target menapak piala dunia sudah dijabarkan walaupun terpaut 11 tahun dari sekarang.
Tak ada yang salah dari angan-angan lolos ke Piala Dunia. Namun mimpi yang tinggi harus dibarengi dengan fondasi yang jelas. Pijakan dasarnya adalah kompetisi, dan itu yang tengah hilang dari sepak bola wanita Indonesia saat ini.
Padahal sepak bola wanita punya sejarah panjang sejak Timnas Putri Indonesia didirikan pada 1975. Beberapa turnamen internasional tingkat Asia dan Asia Tenggara juga sering diikuti.
Kompetisi wanita yang tercatat juga punya sejarah panjang sejak Liga Sepak Bola Wanita (Galanita) mentas pada 1980-an lalu medio 2000-an melalui Liga Perkasa dan Piala Pertiwi. Tapi, turnamen-turnamen itu tidak berjalan reguler setiap tahun dan diisi oleh tim-tim bentukan daerah untuk penjajakan Pekan Olahraga Nasional (PON).
Kemudian Liga 1 Putri 2019 diperkenalkan dengan 10 klub peserta yang didominasi dari Pulau Jawa. Itu adalah terakhir kali kompetisi sepak bola tingkat tinggi bergulir hingga kini. Musim 2020 dan 2021 batal digelar karena pandemi Covid-19. Lalu hingga kini tak kunjung nampak tanda-tanda bakal kembali berjalan.
Dengan absennya liga wanita sampai saat ini, tugas PSSI bakal semakin berat. Hal tersebut sudah terlihat dari cara Mochizuki mencari pemain di sekujur pelosok Indonesia dari akademi ke akademi dan dari daerah ke daerah. Ini pula yang membuat Mochizuki jarang terlihat wara-wiri di ruangan kantor yang diberikan PSSI.
Ruangannya berada tepat di sebelah titik kumpul para jurnalis yang biasa meliput sepak bola nasional. Dan saban hari pewarta kebetulan berada di tempat untuk beraktivitas, Mochizuki nyaris tak pernah nampak batang hidungnya.
Komentar Pedas