UGM Ungkap Alasan Larangan Dosen Killer, Peduli Kesehatan Mental Mahasiswa

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tengah membahas prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) untuk mewujudkan lingkungan kampus yang aman dan nyaman. 



Thông tin phim

UGM berharap tidak ada dosen killer yang mengajar mahasiswa di kampus melalui SOP tersebut. Adapun, istilah dosen killer merujuk pada dosen yang mempunyai kebijakan ketat ketika menilai mahasiswa sehingga mereka sulit mendapat nilai memuaskan. Dosen killer juga lekat dengan sosok dosen yang dingin, tidak akrab, dan bersikap keras terhadap mahasiswanya.

"Kita kan tidak pernah tahu mahasiswa yang datang ke tempat kita itu siapa, individunya, latar belakang keluarganya kita kan nggak pernah tahu," ujar Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof Wening Udasmoro dikutip dari Kompas.com, Jumat (3/11/2023).

Lantas, apa alasan UGM akan melarang dosen killer?

Alasan UGM larang dosen killer Wening menjelaskan, UGM berkomitmen melarang dosen killer karena pihak kampus ingin mahasiswa merasa senang ketika kuliah. UGM, kata Wening, juga ingin menghilangkan bentuk-bentuk kekerasan, baik secara verbal, fisik, maupun psikologis, di dalam kampus.


Menurut Wening, kekerasan verbal dan psikologis yang digunakan dosen killer ketika mengajar mahasiswa tidak perlu digunakan. "Kita mau bikin SOP, ada standar operasional prosedur untuk bagaimana relasi yang aman, yang nyaman antara dosen mahasiswa, antara mahasiswa.

 Kemudian antara orangtua dengan anaknya yang sekolah di UGM," jelas Wening, dikutip dari Kompas.com, Selasa (31/10/2023). Ia mengatakan, kampus seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika. Karena alasan itulah berbagai bentuk kekerasan selayaknya tidak terjadi lagi di kampus, termasuk dosen yang killer.

Wening juga mengatakan, UGM tidak hanya mengajar mahasiswanya mengenai ilmu, tapi juga nilai atau value. Dengan SOP kampus aman dan nyaman, ia berharap aturan ini bisa melindungi mahasiswa dari masalah kesehatan mental.

"Memberi tahu mahasiswa kan tidak perlu dengan kekerasan verbal, kekerasan psikologis. Orangtua kan menitipkan ke kita kan untuk dididik menjadi anak yang antikekerasan," ujar Wening. "Sangat tidak relevan. Karena untuk apa? Pada dasarnya kita di perguruan tinggi kan mengajarkan value. Kalau cuma ngajari ilmu, mereka bisa mengambil di mana-mana. Tapi di perguruan tinggi kita mengajari value empati, solidaritas, respecting others," tambahnya.


UGM tolak kekerasan simbolik kepada mahasiswa Lebih lanjut, Wening mengutarakan, UGM yang kini dipimpin Prof Ova Emilia selaku rektor sudah berusaha mewujudkan kampus yang aman, nyaman, inklusif, dan bertanggung jawab secara sosial. Hal tersebut dapat dilihat ketika Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) UGM 2023.

Pada saat itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM Arie Sujito mengusulkan agar penugasan untuk mahasiswa baru tidak ada. Menurutnya, penugasan untuk mahasiswa baru merupakan bentuk kekerasan secara simbolik. Bagi Wening, tujuan pendidikan, knowledge, dan kemanusiaan adalah kebahagiaan. Hal ini, kata Wening, tengah dipromosikan oleh UGM.

"Kita menolak kekerasan simbolis, mahasiswa disuruh sana, disuruh sini. Dulu kan kita disuruh bawa telur ditandatangani Pak RT," ujar Wening dilansir dari Kompas.com, Jumat (3/11/2023). "Kita sering kali dimarahi sama Pak RT, ngapain saya RT disuruh tanda tangan telur. Saya sendiri pernah mengalami itu. Nah, ini kita enggak mau, jadi everyone is happy di UGM," pungkasnya.

Bỏ Qua Quảng Cáo

Sau 5 giây sẽ có nút "Bỏ Qua Quảng Cáo"

Đang lựa chọn dữ liệu nhanh nhất gần vùng.

Nhập mật khẩu 123 để xem!

X

Komentar Pedas