Viral Alat Belajar Milik SLB Tertahan di Bea Cukai, Ini Tanggapan Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara mengenai kasus viral yang melibatkan Direktorat Jenderal Bea Cukai, salah satunya kasus peralatan sekolah milik SLB yang tertahan.
Sri Mulyani mengatakan, pengiriman barang untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) di mana barang impor berupa keyboard sebanyak 20 buah tersebut sebelumnya diberitakan sebagai barang kiriman oleh perusahaan jasa titipan pada 18 Desember 2022. Akan tetapi, proses pengurusan tidak dilanjutkan tanpa keterangan apapun sehingga barang itu ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai (BTD).
"Namun, karena proses pengurusan tidak dilanjutkan oleh yang bersangkutan tanpa keterangan apa pun, maka barang tersebut ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai (BTD)," tulis Sri Mulyani, dikutip Minggu (28/4/2024) dalam akun instagram resmi @smindrawati.
Ia menambahkan, belakangan diketahui di akun media sosial X dahulu bernama Twitter ternyata barang kiriman itu merupakan barang hibah.
“Sehingga Bea Cukai (BC) akan membantu dengan mekanisme fasilitas pembebasan fiskal atas nama dinas pendidikan terkait,” tulis Sri Mulyani.
Sri Mulyani meminta Bea Cukai untuk bekerja sama dengan para stakeholders terkait agar dalam pelayanan dan penanganan masalah di lapangan dapat berjalan cepat, tepat, efektif sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat.
“Saya mengapresiasi dan berterimakasih kepada semua pihak yang telah dan terus membantu memberikan masukan maupun dukungan lain agar pelayanan dan kinerja Bea Cukai dan Kementerian Keuangan terus membaik,” tulis dia.
Sebelumnya di akun media sosial X dengan akun @ijalzaid mengunggah kronologi alat pembelajaran siswa tuna netwa yang dikirim OHFA Tech dari Korea Selatan tertahan di Bea Cukai. Bahkan barang itu telah tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022. Namun, barang tertahan di Bea Cukai.
“Bea cukai membutuhkan dokumen tambahan untuk pemprosesan barang dan penetapan harga barang yang dikim dari OHFA Tech,” demikian dikutip dari akun @ijalzaid.
Adapun dokumen yang dibutuhkan antara lain link pemesanan yang tertera harga, spesifikasi dan deskripsi per item barang, invoice atau bukti pembayaran sebenarnya yang telah divalidasi bank. Selain itu, katalog harga barang, gambar dan spesifikasi masing-masing item, nilai freight, dan dokumen lainnya yang mendukung penetapan.
Pihak sekolah mengaku sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan. Akan tetapi, barang membutuhkan prototipe yang masih tahap perkembangan dan merupakan barang hibah untuk sekolah sehingga tidak ada harga untuk barang tersebut.
"Setelah itu kami dapat email tentang penetapan nilai barang sebesar USD 22.846,52 (kurs 15.688) Rp 361.039.239 dan diminta kelengkapan dokumen,”
Adapun dokumen tersebut antara lain konfirmasi setuju bayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) (estimasi duty tanpa NPWP=Rp 116.616.00, lampirkan surat kuasa (terlampir contoh, wajib diketik), lampirkan NPWP sekolah, lampirkan bukti bayar pembelian barang valid (bukti bayar bank/kredit/paypall/western union (wajib), dan konfirmasi barang/bukan barang (konfirmasi by email).
Selain itu, meminta submit, dokumen surat pernyataan kepemilikan barang dari PIC sekolah.
“Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut dikarenakan barang tersebut merupakan barang hibah alat pendidikan untuk digunakan siswa tuna netra di sekolah negeri SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta dan tetap mengirimkan dokumen-dokumen yang ada,” demikian dikutip dari akun tersebut.
Kemudian pihak terkait kembali email untuk menyarankan barang tersebut direaddres dengan dokumen antara lain surat pernyataan bukan kepemilikan barang dari SLB-A Pembina tingkat nasional Jakarta, surta pernyataan hubungan antara PIC sekolah dan SLB-A Pembina tingkat nasional Jakarta, dan surat pernyataan/keabsahan readdress dari PIC Sekolah.
Komentar Pedas