Eks Manajer Fuji yang Tilep 1 koma 3 M Hanya Dibayar 500 Ribu Per Bulan, Begini Faktanya
Pada kasus yang melibatkan Batara Ageng, mantan manajer Fuji yang didakwa menggelapkan uang sebesar Rp 1,3 miliar, perdebatan mengenai gaji dan kompensasi menjadi sorotan utama.
Batara Ageng mengakui bahwa salah satu alasan dia melakukan tindakan tersebut adalah gajinya yang hanya Rp500 ribu per bulan. Hal ini menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam atas kompensasi yang diterimanya sebagai manajer.
Meskipun demikian, Fuji mengklarifikasi bahwa Batara Ageng seharusnya menerima gaji tetap tersebut ditambah dengan komisi yang bisa mencapai 5 sampai 10 persen dari pendapatan yang dihasilkan dari kerja sama dengan berbagai brand.
Fuji menjelaskan bahwa kesepakatan tersebut tidak memiliki batasan atas jumlah komisi yang dapat diterima Batara Ageng, tergantung pada banyaknya proyek dan kesepakatan yang berhasil dia peroleh.
Ini menunjukkan adanya potensi pendapatan tambahan yang signifikan dari pekerjaan yang dia kelola, seperti kerja sama dalam bidang endorsement, iklan, dan syuting yang dilakukan oleh Fuji. Namun, dari pengakuan Batara Ageng, uang hasil komisi tersebut telah dimasukkan ke dalam rekening pribadinya sejak Desember 2021 hingga Desember 2022, yang menimbulkan tuduhan penggelapan dana.
Fujianti Utami Putri, atau Fuji, mempercayakan Batara Ageng untuk mengurus kontrak kerja sama ini dengan berbagai brand, menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap mantan manajernya ini. Namun, insiden ini menyoroti pentingnya transparansi dan pengelolaan keuangan yang baik dalam hubungan bisnis.
Kasus ini juga menggambarkan kompleksitas dalam manajemen keuangan dan pentingnya pengawasan yang ketat dalam perusahaan untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa mendatang.
Permasalahan ini menggarisbawahi pentingnya pengaturan yang jelas mengenai kompensasi dan mekanisme pengawasan yang ketat dalam hubungan bisnis.
Hal ini diperlukan untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan yang dapat mengarah pada tindakan-tindakan yang tidak etis atau ilegal seperti yang terjadi dalam kasus Batara Ageng. Selain itu, perusahaan perlu memastikan bahwa sistem pengawasan dan pelaporan keuangan mereka cukup kuat untuk mendeteksi dan mencegah potensi kecurangan seperti penggelapan dana yang terjadi dalam kasus ini.
Keseluruhan kasus ini menyiratkan pentingnya etika bisnis yang tinggi dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Dalam konteks ini, penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa sistem kompensasi yang adil dan transparan diterapkan, serta kepatuhan terhadap prosedur pengawasan yang ketat untuk menghindari risiko hukum dan reputasi yang dapat timbul akibat insiden seperti yang dialami oleh Fuji dan Batara Ageng.
Komentar Pedas