BPIP, yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Paskibraka Nasional, menjadi sasaran kecaman publik atas kebijakan tersebut. Yudian Wahyudi, selaku kepala BPIP, mengakui adanya aturan yang mewajibkan anggota Paskibraka perempuan untuk melepas hijabnya saat proses pengukuhan dan pengibaran bendera Merah Putih pada upacara kenegaraan.  

Ia menyatakan, "Di luar acara Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan, Paskibraka putri memiliki kebebasan penggunaan jilbab dan BPIP menghormati hak kebebasan penggunaan jilbab tersebut." 

Pernyataan Yudian ini semakin memperkeruh suasana, karena dianggap tidak konsisten dengan kebijakan yang diterapkan dalam proses pengukuhan.  Banyak pihak yang mempertanyakan alasan di balik aturan tersebut dan menilai bahwa kebijakan ini tidak adil dan diskriminatif terhadap para paskibraka perempuan yang berhijab. 

Polemik ini bukan kali pertama mewarnai kepemimpinan Yudian Wahyudi.  Pada tahun 2018, saat menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, ia mengeluarkan surat keputusan yang melarang penggunaan cadar bagi mahasiswi di lingkungan kampus.  

Surat keputusan B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 tentang pembinaan mahasiswi bercadar yang dikeluarkan pada Februari 2018 ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk para mahasiswa dan organisasi Islam.  

Yudian Wahyudi, yang merupakan lulusan pendidikan doktoral di McGill University, Kanada, dikenal sebagai seorang akademisi yang aktif menulis artikel ilmiah, terutama mengenai teori Filsafat Islam.  Ia juga aktif mengajar mata kuliah Hermeneutika Islam, Maqasid Syariah: Teori dan Metodologi, serta Studi Al-Quran dan Al-Hadis Perspektif Pendidikan Islam.  Namun, kontroversi yang mewarnai kepemimpinannya di BPIP dan sebelumnya di UIN Sunan Kalijaga, membuat banyak pihak mempertanyakan konsistensi dan komitmennya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin. 

Polemik ini mengungkap adanya perbedaan pandangan dan interpretasi mengenai aturan dan norma di masyarakat, khususnya terkait dengan penggunaan hijab.  Di satu sisi, ada pihak yang berpendapat bahwa aturan tersebut diperlukan untuk menjaga keseragaman dan estetika dalam proses pengukuhan.  Di sisi lain, banyak pihak yang menilai bahwa aturan tersebut melanggar hak kebebasan beragama dan berpakaian bagi para paskibraka perempuan yang berhijab. 

Perdebatan ini juga membuka diskusi mengenai peran dan fungsi BPIP sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pembinaan ideologi Pancasila.  Banyak pihak yang mempertanyakan apakah kebijakan yang diambil oleh BPIP telah mencerminkan nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai-nilai toleransi, keadilan, dan persatuan.  

Polemik ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap kebijakan yang diambil oleh BPIP, serta untuk membangun dialog dan konsensus yang lebih luas dalam masyarakat mengenai aturan dan norma yang berlaku.  Penting bagi BPIP untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambilnya tidak hanya mencerminkan nilai-nilai Pancasila, tetapi juga menghormati hak dan kebebasan setiap warga negara.

Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Harvard Law School itu juga aktif sebagai penerjemah di antaranya 40 buku bahasa Arab, 13 bahasa Inggris serta dua buku bahasa Perancis. Yudian diangkat sebagai kepala BPIP sejak 5 Februari 2020.