Kisah Hotel Angker di Solo, Saksi Bisu Tentara Jepang Saling Bunuh

Hotel Cakra, begitu nama hotel di Solo dengan kisah kelam ini. Hotel tersebut sudah terbengkalai sejak lama. Namun kini, hotel itu telah dialihfungsikan sebagai wahana rumah hantu yang bisa dikunjungi wisatawan untuk menguji nyali.



Thông tin phim


Ada sebuah hotel di Solo dengan kisah kelam di masa lalu. Dahulu, hotel itu jadi saksi bisu tentara Jepang saling bunuh. Bagaimana kisahnya?

Hotel Cakra, begitu nama hotel di Solo dengan kisah kelam ini. Hotel tersebut sudah terbengkalai sejak lama. Namun kini, hotel itu telah dialihfungsikan sebagai wahana rumah hantu yang bisa dikunjungi wisatawan untuk menguji nyali.

Sejarah Kelam Hotel Cakra

Ada satu peristiwa sejarah kelam yang terjadi di hotel Cakra. Peristiwa ini terjadi pada masa pendudukan Jepang. Hotel ini menjadi saksi bisu pertumpahan darah antar sesama tentara Jepang.

Saat itu, bangunan hotel Cakra yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi, Kemlayan, Solo, merupakan markas Kempetai atau Polisi Militer. Di lokasi itulah, terjadi pertempuran penyerahan kekuasaan pemerintah pendudukan Jepang kepada pemerintah Indonesia di Solo.

Awalnya, Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Solo, Mr BPH Soemodiningrat memimpin delegasi Indonesia untuk bertemu dengan Kepala Pemerintahan Sipil Jepang Watanabe. Pertemuan tersebut berlangsung lancar.

"Watanabe dengan sukarela menyerahkan pemerintahan sipil di Surakarta kepada Indonesia," ungkap KRMAP L Nuky Mahendranata Adiningrat, pemerhati sejarah dan budaya Solo.

Begitu pula dengan Suyatno Yosodipuro, tokoh pemuda yang memimpin delegasi untuk bertemu Komandan Garnisun Kota Solo, Letnan Kolonel T Mase pada 4-5 Oktober 1945.

Dalam pertemuan itu, Suyatno berhasil meyakinkan komandan tentara Jepang untuk menyerahkan kekuasaan militer agar tidak terjadi pertumpahan darah. Namun, pihak Kempetai (Polisi Militer) yang tidak berada di bawah Letkol T Mase menolak untuk menyerah.

"Komandan Kempetai, Kapten Sato menolak menyerah, karena belum ada perintah langsung dari Tenno Heika (Yang Mulia Kaisar Jepang). Sikap Kapten Sato ini lah yang memicu pengepungan dan pertempuran di daerah Kemlayan pada 12 Oktober 1945," jelas Kanjeng Nuky, sapaan akrabnya.

Markas Kempetai, yang sekarang bekas Hotel Cakra itu pun diserang. Menurut Kanjeng Nuky, yang mengutip sumber-sumber lain, pada masa itu banyak ditemukan mayat serdadu Jepang yang ditembak di kepala oleh teman-temannya sendiri.

"Aksi Harakiri meninggalkan jejak mistis di bagian-bagian hotel Cakra yang hingga saat ini kosong tak berpenghuni dan dijadikan rumah hantu untuk keperluan komersil," imbuhnya.

Saat itu, tentara Jepang memilih untuk saling menembak kepala masing-masing. Menurut Kanjeng Nuky, para tentara Jepang lebih memilih mati daripada menyerahkan kekuasaan ke Indonesia.

"Di kolam renang itu, dulu dipakai untuk pemakaman atau pemenggalan kepala. Makanya ketika dipakai Hotel Cakra, itu dulu banyak kejadian, diketuk pintu kamarnya terus dikasih kepala. Makanya, itu jadi angker hotelnya," kisah Kanjeng Nuky.

Tempat Berkumpulnya Makhluk Gaib

Menurut Kanjeng Nuky, Hotel Cakra mulai mangkrak sejak tahun 1990-an atau sudah sekitar 30 tahun hotel itu terbengkalai. Hal itulah yang membuat bangunannya terkesan horor.

"Jadi di situ kalau teman teman saya yang indigo, di situ memang menjadi sebuah komunitas. Tempat itu ramai sekali (oleh makhluk gaib). Semua berada di situ, bercampur entitas yang jenis hantu juga siluman," ucapnya.

Kini, bangunan tersebut kembali difungsikan menjadi wahana rumah hantu yang ramai dikunjungi masyarakat. Menurutnya, itu adalah keputusan yang baik karena membuat bangunan menjadi 'bersih'.

"Karena beberapa puluh tahun tempat itu tidak jelas kan mau diarahkan ke mana. mau dirobohkan atau mau dipakai lagi. Dengan dipakai wahana rumah hantu, tempat itu jadi tersentuh oleh manusia," tutupnya.


Bỏ Qua Quảng Cáo

Sau 5 giây sẽ có nút "Bỏ Qua Quảng Cáo"

Đang lựa chọn dữ liệu nhanh nhất gần vùng.

Nhập mật khẩu 123 để xem!

X

Komentar Pedas