Mahfud Mundur dari Kabinet Jokowi: Blunder atau Dongkrak Elektoral
Calon wakil presiden nomor urut 3 yakni Mahfud MD resmi mengumumkan mundur dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI.
Pengumuman itu disampaikan Mahfud di depan Pura Ulun Danu yang terletak di tengah Danau Tirta Gangga, Desa Swastika Buana, Kecamatan Seputih Banyak, Lampung Tengah, Rabu (31/1).
"Hari ini saya sudah membawa surat untuk disampaikan ke presiden tentang masa depan politik saya yang belakangan menjadi perbincangan publik," ujar Mahfud, Rabu.
Mahfud menyatakan sudah menyiapkan surat pengunduran dirinya dan akan segera menyerahkannya langsung ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (1/2) ini. Ia mengaku ingin pamit baik-baik.
"Kalau di Jawa itu ada istilah tinggal glanggang colong playu, pergi begitu saja. Saya tidak mau pergi begitu saja. Tapi, saya dengan penuh kehormatan akan menghadap kepada presiden dan menyampaikan permohonan itu," kata dia.
Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, berpendapat Mahfud bakal memanfaatkan masa kampanye yang tersisa untuk mengkritik Jokowi secara terbuka. Menurut dia, hal tersebut bisa berpengaruh secara elektoral meskipun tidak besar.
"Secara elektoral, dampaknya tentu ada tetapi tidak besar. Tetapi, dampak elektoral tersebut juga harus bersaing dengan narasi yang dimainkan oleh Anies-Imin," ujar Arifki, Kamis.
"Di momentum waktu yang pendek ini, jika pilpres dua putaran tentu Ganjar-Mahfud harus bisa memastikan masuk ke putaran dua dulu," sambungnya.
Arifki menilai langkah politik Mahfud yang mengundurkan diri cukup baik untuk membangun personal branding meskipun dilakukan dua pekan menjelang hari pencoblosan.
Menurut dia, Mahfud seperti ingin memanfaatkan waktu yang tersisa untuk meyakinkan publik mengenai integritas politiknya.
"Secara positioning politik langkah Mahfud MD mundur itu terlambat, karena tidak bisa lagi memanfaatkan posisinya di luar kekuasaan pada momentum debat cawapres. Kayaknya filosofi yang dipakai oleh Mahfud MD lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," tutur Arifki.
Meskipun begitu, lanjut dia, keputusan untuk mundur membuat Mahfud lebih leluasa mengkritik pemerintahan Jokowi. Argumen-argumen Mahfud bakal lebih bunyi terhadap elektoral.
Selain itu, terang Arifki, keputusan mundur Mahfud membawa pesan politik untuk menteri lainnya di kabinet Jokowi yang kontra dengan narasi keberlanjutan. Menteri yang pada satu sisi ingin tetap berada di pemerintahan Jokowi, tetapi di sisi lain ingin oposisi dan perubahan pasca-2024.
"Tidak bisa dipungkiri, partai pengusung paslon 1 dan 3 masih banyak yang berada di pemerintahan. Namun, dari segi beban politik paslon 3 lebih berat melawan branding kedekatannya dengan Jokowi dibandingkan paslon 1," kata Arifki.
"Beberapa hari menjelang pilpres tantangan untuk paslon Ganjar-Mahfud, keputusannya mundur dari kabinet bisa membawa dampak positif dan mampu bersaing dengan branding oposisi Anies-Imin," ucapnya.
Keputusan sangat terlambat
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai keputusan Mahfud mengundurkan diri dari kabinet Jokowi sangat terlambat dan tidak dalam momentum yang bagus.
"Tentu elektabilitas Mahfud tidak akan terbangun dari keputusan mundur yang seolah hanya ancaman karena tidak kunjung segera dilaksanakan," kata Dedi saat dihubungi melalui pesan tertulis, Kamis.
Justru, Dedi menganggap keputusan Mahfud tersebut bisa berdampak buruk. Kata dia, pengunduran diri Mahfud tidak krusial bagi pemerintah karena ia dengan mudah diganti dan tokoh penggantinya cukup banyak.
"Mahfud rasanya bukan tokoh yang memiliki basis kuat di kabinet, ia tidak akan mempengaruhi atau diikuti menteri lain," ucap Dedi.
"Andai pun diikuti [menteri lain], mudah bagi Jokowi menunjuk menteri baru atau menteri ad interim sebagaimana kebiasaan Jokowi selama ini," tambahnya.
Sementara itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud membantah pengunduran diri Mahfud dari kursi Menkopolhukam merupakan bagian dari strategi untuk mendongkrak elektabilitas.
Deputi Kanal Media TPN Ganjar-Mahfud, Karaniya Dharmasaputra, menilai keputusan Mahfud justru berdampak sebaliknya.
Menurut dia, jika hanya karena elektoral, Mahfud mestinya tidak perlu mundur. Terlebih dengan melihat pengerahan fasilitas negara dan aparat untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
"Kalau kita mau pakai alasan pragmatis atau elektoral, kalau balik kembali dengan alasan bahwa kita melihat sekarang itu namanya kekuasaan, aparat, fasilitas negara, sudah di-deploy sedemikian rupa untuk kemenangan paslon tertentu, itu kan harusnya logikanya Prof. Mahfud jangan mundur dong," kata Karaniya.
Presiden Jokowi pun sudah merespons keputusan Mahfud tersebut. Ia menghargai hal itu karena merupakan hak Mahfud.
Menurut Jokowi, Kabinet Indonesia Maju tetap kondusif setelah ada pengumuman pengunduran diri dari Mahfud tersebut.
Komentar Pedas