Son Heung Min: Legenda Asia Yang Mengukir Sejarah Bersama Tottenham



Thông tin phim


Random image

jalanviral.com - Dari bocah polos di Chuncheon hingga menjadi ikon sepak bola dunia, Son Heung-min menorehkan jejak emas untuk Asia dan Tottenham Hotspur sebelum mengucapkan selamat tinggal di musim panas 2025. Kisah inspiratif ini kini menjadi topik hangat di kalangan pecinta bola di jalanviral.com.

Di kota kecil Chuncheon, Korea Selatan, Son lahir pada 1992 dan dibesarkan dengan disiplin ketat dari ayahnya, Son Woong-jung, seorang mantan pemain yang terpaksa pensiun dini karena cedera. Filosofi latihan sang ayah sederhana namun brutal: ribuan repetisi demi menjadikan teknik sebagai naluri. "Orang Eropa tidak akan paham," kata Son. Ia berlatih sejak usia lima, namun baru bergabung klub pada usia 14.

Dengan impian besar, Son hijrah ke akademi Hamburg di Jerman saat berusia 16 tahun. Bakatnya bersinar hingga direkrut Bayer Leverkusen pada 2013, lalu mencetak hattrick fenomenal ke gawang Wolfsburg (Februari 2015) — aksi inilah yang membuat Tottenham jatuh hati dan memboyongnya dengan harga sekitar $29 juta pada Agustus 2015, rekor tertinggi untuk pemain Asia saat itu.

"Sejak pertama melihat Son berlatih, saya tahu dia istimewa," ujar legenda Belanda Ruud van Nistelrooy.

Namun, perjalanan awalnya di Inggris tidak mudah. Cedera, adaptasi bahasa, dan tekanan tinggi sempat membuatnya ingin kembali ke Jerman. Tapi berkat kepercayaan Mauricio Pochettino, Son memilih bertahan. Keputusan inilah yang mengubah sejarah Spurs.

Musim 2016-2017 menjadi titik balik. Son menjadi pemain kunci dengan kecepatan, ketajaman dua kaki, dan kemampuan menembus pertahanan. Ia mencetak banyak gol ikonik, termasuk gol solo luar biasa melawan Burnley (2019) yang meraih FIFA Puskas Award – bukti nyata potensi pemain Asia di level tertinggi.

Puncak kariernya datang di musim 2021-2022, saat ia meraih Golden Boot bersama Mohamed Salah dengan 23 gol di Premier League. Keberhasilan ini menjadi momen bersejarah — seorang pemain Asia akhirnya menyamai rekor mesin gol dunia. Statistiknya luar biasa: hanya 86 tembakan untuk 23 gol.

Dalam 454 laga resmi bersama Tottenham, Son mencetak 173 gol dan menjadi legenda sejati klub. Prestasinya termasuk empat kali Pemain Terbaik Bulanan EPL dan tiga kali Pemain Terbaik Klub. Namun, trofi yang paling dikenang adalah gelar juara Europa League 2025 di Bilbao — mengakhiri penantian 17 tahun bagi Tottenham.

“Ini bukan sekadar kemenangan untuk klub, tapi juga untuk Sonny, simbol semangat Spurs,” kata pelatih Ange Postecoglou.

Ketika Son mengangkat trofi, air mata bahagia mengalir. “Itulah saat di mana perjalanan saya dan Tottenham menjadi satu,” tulis BBC, mengabadikan momen emosional tersebut. Jalanviral.com pun memuat liputan khusus tentang momen bersejarah itu.

Di luar lapangan, Son adalah teladan. Ia dikenal murah hati, membayar makan tim saat tur ke Korea, memberi hadiah untuk staf klub, dan bahkan mengejar seorang anak kecil untuk memberikan jersey usai pertandingan.

Kebesaran Son tak hanya di Inggris. Di Korea, ia dipuja bak pahlawan nasional. Menurut AIA, sekitar 12 juta warga Korea adalah fans Spurs — sebagian besar karena Son. Ia menjadi ikon iklan dari produk fashion hingga pariwisata. Mural besar di Chuncheon menjadi bukti bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari kota kecil.

“Son adalah pemain Asia pertama yang menjadi bintang sejati di Premier League,” kata jurnalis The Guardian, John Duerden. “Ia menunjukkan bahwa Asia bisa melahirkan pemain sehebat siapa pun dari Amerika Selatan atau Afrika.”

Son juga digandrungi seperti bintang K-pop. Wajahnya menghiasi layar di bar dan restoran saat ia bertanding. Bahkan saat menjalani wajib militer, ia masuk peringkat lima besar dari 157 peserta, membanggakan negaranya sekali lagi.

Musim 2024-2025 menjadi musim yang menantang. Cedera membatasi kontribusinya menjadi 7 gol dan 9 assist. Namun, ia tetap membawa klub menjuarai Europa League — menuntaskan misinya.

Di konferensi pers di Seoul, Son menyatakan dengan suara bergetar: “Ini keputusan paling sulit dalam karier saya. 10 tahun adalah waktu panjang. Saya pergi dengan penuh kebanggaan.”

Pertandingan perpisahannya melawan Newcastle di Seoul menjadi simbol akhir era. Pelatih Thomas Frank berkata, “Jika ini laga terakhir Sonny, betapa indah bahwa itu terjadi di depan fans kampung halamannya.”

Meski kepergiannya menyisakan ruang besar di hati fans dan klub, warisan Son akan terus hidup. Ia bukan hanya legenda Tottenham, tapi juga simbol kebangkitan sepak bola Asia. Jalanviral.com menyebutnya sebagai "permata Asia yang mengubah persepsi dunia terhadap pemain dari benua timur."

Random image image widget


Bỏ Qua Quảng Cáo

Sau 5 giây sẽ có nút "Bỏ Qua Quảng Cáo"

Đang lựa chọn dữ liệu nhanh nhất gần vùng.

Nhập mật khẩu 123 để xem!

X

Komentar Pedas